Oleh: Debora Ivanna Marcelina, Nisrina Nur Azizah, Muhammad Izzuddin
Sulawesi Tengah — Tim RIMBAHARI melakukan riset lapangan di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi sejak 11 April hingga 5 Juni 2025. Fokus utama penelitian ini adalah mempelajari keterikatan biokultural dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat, khususnya komunitas Nggolo dan Ngata Ona.
Kampung-kampung adat Nggolo tersebar di berbagai lokasi seperti Salena, Sintulu, Pu’u Ntana, dan Duriamporanggu. Akses menuju kampung-kampung ini menantang—menuju Pu’u Ntana, misalnya, kami harus berjalan kaki selama tujuh jam. Namun sambutan hangat masyarakat setempat membayar segala lelah: mereka berkumpul di bantaya (balai musyawarah adat) dan menyambut dengan jamuan bersama.
Sementara itu, perjalanan ke Ngata Ona, khususnya ke Dusun Vuntuneno di Desa Lewara, juga tidak mudah. Jalur berbatu dan curam hanya bisa dilalui dengan sepeda motor, memerlukan kehati-hatian tinggi.
Masyarakat adat di wilayah ini umumnya hidup sebagai petani kebun. Mereka menanam berbagai hasil alam seperti ubi, jagung, kemiri, pala, dan coklat. Aktivitas ke kebun kerap kali mengharuskan berjalan jauh dan menyeberangi koala (sungai). Di Sintulu, sebagian masyarakat juga menggantungkan hidup dari badulang emas—menambang emas tradisional dengan menggoyangkan pasir di atas dulang besar untuk memisahkan emas dari endapan.
Komunitas Nggolo dan Ngata Ona berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung. Namun bagi mereka, alam bukan sekadar sumber daya—ia adalah ruang hidup. Relasi ini dibangun atas dasar nilai, pengalaman, dan penghormatan yang diwariskan secara turun-temurun. Di Ngata Ona, dikenal sistem pangale baraka (hutan keramat), yaitu aturan adat tak tertulis yang membatasi pemanfaatan sumber daya demi menjaga kelestarian lingkungan.
Penelitian kami disambut baik oleh masyarakat. Bahkan Arman Seli dari AMAN Kamalisi dan komunitas Nggolo mengundang kami menulis refleksi riset untuk dimuat di celebesta.com dengan judul “Mahasiswa Universitas Indonesia Riset Bio-cultural di Komunitas Adat Nggolo.” Hal ini menunjukkan tingginya antusiasme dan keterbukaan komunitas terhadap kolaborasi penelitian.
Pengalaman ini memperluas pandangan kami tentang bagaimana resiliensi dan kelestarian hidup dalam keseharian masyarakat adat. Tradisi, adat, dan pengetahuan lokal menjadi fondasi utama hubungan antara manusia dan alam. Kami berharap riset ini memberi manfaat tidak hanya bagi ruang akademik, tetapi juga bagi keberlangsungan komunitas itu sendiri.










